A. PENGERTIAN
Tindakan WSD (Water Seal Drainage) atau yang disebut juga dengan “Chest-Tube” (pipa dada) adalah suatu usaha untuk memasukkan kateter ke dalam rongga pleura dengan maksud untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam rongga pleura, seperti misalnya pus pada empisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam rongga pleura, misalnya pneumotoraks. Bedanya dengan tindakan pungsi atau torakosentesis adalah kateter dipasang pada dinding toraks dalam waktu yang lama dan dihubungkan dengan suatu botol penampung.
( Rab. 1996 )
B. INDIKASI
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah suatu penumpukan dada diantara pleura viseralis dan parietalis yang menyebabkan rongga pleura sebenarnya, bukan rongga pleura potensial.
( Ward, dkk. 2006 )
Pneumothoraks adalah kumpulan udara atau gas lain di rongga pleura yang menyebabkan paru kolaps.
( Kozier & Erb. 2003 )
2. Hemothoraks
Hemothoraks adalah akumulasi darah dan cairan di rongga pleura, biasanya akibat trauma atau pembedahan.
( Kozier & Erb. 2003 )
3. Efusi pleura.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam rongga pleura
( Irman Somantri, 2008 )
4. Epiema
Empiema adalah keadaan terkumpulnya pus di dalam rongga pleura. Pus dapat mengisi satu lokasi pleura atau mengisi seluruh rongga pleura.
( Muttaqin. 2008 )
C. TUJUAN PEMASANGAN
1. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura.
2. Untuk mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura.
3. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolaps dan kolaps sebagian.
4. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
D. TEMPAT PEMASANGAN
1. Apikal
· Letak selang pada ICS 3 mid klavikula
· Dimasukkan secara antero lateral
· Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
2. Basal
· Letak selang pada ICS 5-6 atau ICS 8-9 mid axilaris
· Fungsi: untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
E. SISTEM DRAINASE
Kaena rongga pleuranya normal mempunyai tekanan negatif yang memungkinkan ekspansi paru, semua selang yang tersambung dengan rongga pleura harus disegel sehingga udara atau cairan tidak dapat masuk. Selang mungkin disambungkan ke katup satu arah atau ke water sealed drainage (WSD). Pada WSD, cairan yang ada di dasar wadah mencegah udah masuk ke dalam selang dan rongga pleura saat klien menarik napas.
Ada beberapa jenis sistem WSD : sistem gravitasi satu dan dua botol, sistem pengisapan dua dan tiga botol, dan sistem unit disposabel.
1. Sistem Botol
Pada sistem satu botol, cairan atau udara masuk melalui saluran pengumpul, yang berakhir di dalam air steril (penyegel). Udara keluar dari air menuju ventilasi udara; cairan tetap di dalam botol. Sistem satu botol bergantung pada gravitasi dan tekanan ekspirasi positif untuk drainase.
Sistem dua botol menggunakan botol satu untuk menerima cairan atau udara dari klien dan botol dua untuk membuat segel air. Udara atau cairan dari rongga pleura diterima oleh botol satu. Udara dari botol satu disalurkan ke botol dua, udara keluar dari air, menuju ventilasi udara. Cairan dari rongga pleura tetap di dalam botol satu. Sistem ini menggunakan gravitasi dan tekanan ekspirasi positif untuk drainase.
Sistem tiga botol mempunyai sebuah botol pengumpul (1), sebuah botol water seal (2), dan sebuah botol kontrol pengisapan (3). Fungsi botol 1 dan 2 sama dengan sistem dua botol kecuali bahwa botol 2 disambungkan ke botol 3. Botol 3 mempunyai sebuah selang kontrol manometer dibawah permukaan air steril. Kedalaman selang dibawah permukaan air ini menentukan besarnya pengisapan pada rongga pleura. Botol kontrol pengisapan mempunyai saluan lain yang digunakan untuk pengisapan. Sistem ini menggunakan tekanan ekspirasi positif, gravitas, dan pengisapan untuk drainase.
( Kozier & Erb. 2003)
2. Sistem Unit Disposabel
Sistem unti disposabel terdiri atas tiga ruangan : ruang pengumpul dengan sub ruangan; ruang water seal; dan ruang pengisapan. Ketinggian cairan diruang pengisapan menentukan besarnya tekanan pengisapan yang diberikan kepada klien. Konfigurasi yang tepat dari ruangan ini berbeda-beda sesuai pabriknya. Pada beberapa alat, bila ruang pengumpul terisi oleh drainase, ruang ini dapat diganti atau dipasang kembali tanpa mengganggu keseluruhan sistem.
( Kozier & Erb. 2003 )
F. PENATALAKSANAAN
1. Memberi Posisi
Posisi yang ideal adalah “semi fowler”. Untuk meningkatkan evakuasi udara dan cairan, posisi pasien diubah setiap dua jam. Pasien diperlihatkan bagaimana menyokong dinding dada dekat sisi pemasangan selang dada. Didorong untuk batuk, napas dalam, dan ambulasi. Pemberin obat nyeri sebelum latihan akan menurunkan nyeri dan meningkatkan ekspansi paru-paru.
2. Mempertahankan Kepatenan Sistem
Komplikasi paling serius dari selang dada adalah tension penumotoraks. Bila tidak diatasi akan mengancam kehidupan. Tension pneumotoraks terjdi bila udara masuk ke ruang pleura selama inspirasi, tetapi tidak dapat keluar selama eskpirasi. Proses ini terjadi bila ada obstruksi pada seang sistem drainase dada. Semakin banyak udara terjebak dalam ruang pleura, tekanan meningkat sampai paru-paru kolaps, dan jaringan lunak dalam dada tertekan.
Tanda dan gejala tension pneumotoraks:
a. Takikardia
b. Takipnea
c. Agitasi
d. Berkeringat
e. Pergeseran garis tengah trakhea
f. Bunyi napas pada paru-paru cedera tidak ada.
g. Perkusi hiperresonan pada perkusi diatas paru-paru yang cidera.
h. Hipotensi.
i. Henti jantung.
j. Alarm tekanan tinggi (jika menggunakan ventilator mekanis)
Asuhan keperawatan ditunjukan untuk mempertahakan kepatenan dan fungsi yang tepat dari sistem drainase selang dada. Angkat selang sesering mungkin untuk mendrainase cairan kedalam wadah. Selang dibelitkan pada tempat tidur untuk mencegah terlipat dan terkumpulnya darah pada selang yang tergantung di lantai. Jangan naikkan sistem drainase selang dada di atas selang dada karena drainase akan kembali ke dalam dada.
3. Memantau Drainase
Perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah drainase. Gunakan pulpen untuk menandai tingkat sistem drainase pada akhir tugas jaga. Waspada tehadap perubahan tiba-tiba jumlah drainase. Peningkatan tiba-tiba menunjukkan pendarahan atau adanya pembukaan kembali obstruksi selang. Penurunan tiba-tiba menunjukkan obstruksi selang atau kegagalan selang dada atau sistem drainase.
Untuk mengembalikan kepatenan selang dada, tindakan keperawatan yang dianjurkan adalah :
a. Upayakan untuk mengurangi obstruksi dengan pengubahan posisi pasien.
b. Bila bekuan terlihat, renggangkan selang antara dada dan unti drainase, dan tinggikan selang untuk meningkatkan efek gravitasi.
c. Lakukan sedikit pelepasan selang dan arahkan bekuan menuju wadah drainase untuk melepaskan secara perlahan bekuan ke arah wadah drainase.
d. Bila selang dada tetap tersumbat, pembongkaran selang dada dianjurkan. Pembongkaran selang dada tanpa mengevaluasi situasi pasien sangat beresiko.
Potensial komplikasi pembongkaran selang dada :
a. Terbentuknya tekanan negatif berlebihan dapat menyebabkan aspirasi jaringan paru-paru ke dalam lubang selang dada.
b. Ruptur alveoli.
c. Kebocoran pleura menetap.
d. Kerusakan garis jahitan.
e. Iskemia miokardia akut.
f. Peningkatan tekanan paru-paru.
g. Peningkatan aliran balik vena ke jantung kanan.
h. Pergeseran septum ventrikular ke kiri.
i. Ancaman pada pengisian darah ventrikel kiri.
1. Memantau Water Seal (Segel Air)
Melakukan pemeriksaan secara visual untuk menyakinkan ruag water seal terisi sampai garis adir dua cm. Bila pengisapan diberikan, yakinkan garis air pada tabung penghisapan sesuai dengan jumlah yang diindikasikan. Bila pompa penghisapan cairan pleuran darurat digunakan, periksa ukuran penghisap. Jangan menutup lubang ventilasi udara.
Observasi segel di bwah air terhadap fluktuasi pernapasan. Tidak adanya fluktuasi dapat menunjukkan bahwa paru-paru terlalu mengembang atau ada obstruksi pada sistem. Gelembung yang terus-menerus pada water seal tanpa penghisap dapat menunjukkan bahwa selang telah berubah tempat atau terlepas. Oleh karena itu, perlu untuk memeriksa seluruh sistem terhadap adanya alat yang terlepas dan melihat selang dada untuk melihat penempatannya di luar dada.
Gelembung yang terjadi 24 jam setelah pemasangan selang dada sehibungan dengan perbaikan pneumotoraks dapat menunjukkan adanya fistula bronkopleura. Ini biasa terjadi pada pengesetan ventilasi mekanis pada tidal volume dan tekanan tinggi.
( Somantri, 2008 )
G. INDIKASI PENGANGKATAN SELANG DADA
1. Satu hari setelah berhentinya kebocoran udara.
2. Drainase <50-100 cc cairan perhari.
3. 1-3 hari pasca bedah jantung.
4. 2-6 hari pasca bedah toraks.
5. Kosongnya rongga empiema.
6. Drainase serosanguinosa (cairan serous) di sekitar sisi pemasangan selang dada.
( Somantri, 2008 )
H. KOMPLIKASI
1. Nyeri akan terasa setelah efek dari obat bius lokal habis, terutama 12-48 jam setelah insersi. Setelah 24 jam pasien dapat menyesuaikan diri dan dapat diatasi dengan analgetik.
2. Robeknya pleura, terutama apabila terjadi perlengketan pleura. Keadaan ini akan menyebabkan fistula bronkopleura. Kateter juga dapat salah masuk, yakni ke bawah diafragma atau di bawah jaringan subkutan. Efek sampingan ini didapat apabila menggunakan trokar.
3. Dengan kateter yang steril dan dengan drain yang terpasang baik, maka infeksi jarang terjadi. Akan tetapi apabila drain tersumbat, maka sangat mudah terinfeksi. Oleh karena itu bila jumlah cairan yang keluar di bawah 50 cc, maka drain harus dicabut dari rongga pleura, oleh kateter selain cairan sudah tidak ada, juga mudah menyebabkan terjadinya infeksi.
( Tabrani Rab. 1996 )
I. PERAWATAN SELANG DADA
Ø Peralatan
1. Sistem water-seal
2. Air steril dalam wadahnya
3. Plester
4. Air lisol/steril
Ø Prosedur
1. Isi bilik water sealed dengan air sampai ketinggian sama dengan cairan ke dalam botol.
2. Jika digunakan penghisap, isi bilik kontrol pengisap dengan air steril sampai ketinggian 20 cm atau sesuai yang diharuskan.
3. Sambungkan kateter drainase dari pasien dengan selang yang menuju botol penampung.
4. Jika digunakan penghisap, hubungkan selang bilik kontrol pengisap keunit pengisap. Nyalakan unit pengisap dan naikkan tekanan hingga timbul gelembung secara tetap dalam bilik kontrol pengisap.
5. Tandai ketinggian awal pada bagian luar unit drainase. Tandai peningkatan setiap jam/hari.
6. Pastikan selang tidak menggulung atau tersumbat.
7. Pertahankan kepatenan selang dengan plester.
8. Dorong klien untuk mencari posisi yang nyaman. Jika klien berbaring lateral, usahakan selang tidak tertekan tubuh klien. Anjurkan klien untuk sering mengubah posisi tubuh.
9. Lakukan bantuan latihan gerak beberapa kali sehari untuk lengan dan bahu yang sakit.
10. Dorong klien untuk meakukan napas dalam dan batuk secara teratur.
11. Pastikan adanya fluktuasi (tidaling) dari ketinggian cairan dalam bilik water sealed.
12. Observasi dan laporkan segera jika terjadi pernapasan cepat, sianosis, tekanan dalam dada, emfisema sub kutan, dan gejala hemoragi.
( Anas Tamsuri. 2008 )
J. PERAWATAN LUKA DENGAN BALUTAN KERING
a. Pengertian
Suatu penanganan luka yang terdiri atas membersihkan luka, mutup, dan membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka.
b. Tujuan
1. Menjaga luka dari trauma
2. Imobilisasi luka
3. Mencegah perdarahan dan infeksi
4. Mencegah kontaminasi oleh kuman
5. Mengabsorpsi drainase
6. Mempercepat proses penyembuhan
c. Indikasi
1. Balutan kotor dan basah akibat faktor eksternal
2. Ada rembesan eksudat
3. Ingin mengkaji keadaan luka
4. Dengan frekuensi tertentu untuk mempercepat debridemen jaringan nekrotik
d. Persiapan Alat
1. Bak instrumen steril
2. Gunting lurus
3. Pinset cirugi 1
4. Pinset anatomi 2
5. Sarung tangan 2 pasang
6. Mangkok kecil steril
7. Cairan NaCl
8. Betadine
9. Alkohol 70 %
10. Verband
11. Kasa, lidi kapas
12. Sampiran
13. Selimut mandi
14. Plester
15. Larutan desinfektan
16. Perlak dan pengalas
17. Piala ginjal 2
e. Prosedur
Fase Pra Interaksi
1. Lakukan verifikasi data/program.
2. Kaji obat yang diresepkan oleh dokter dan teknik dalam perawatan luka.
3. Kaji keadaan luka.
4. Kaji skala nyeri dan terapi analgesik yang digunakan.
Fase Orientasi
1. Menempatkan alat di dekat klien
2. Beri salam terapeutik dan memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
4. Menjaga privacy dan keamanan
5. Mencuci tangan
6. Persiapan alat dengan prisip steril
Fase Kerja
1. Atur posisi yang nyaman bagi klien dan tutupi bagian tubuh selain bagian luka dengan selimut mandi.
2. Memasang perlak dan pengalas di bawah area luka.
3. Letakkan piala ginjal pada area yang mudah dijangkau. Salah satu piala ginjal diberi larutan desinfektan untuk merendam instrumen yang sudah dipakai.
4. Kenakan sarung tangan bersih.
5. Hilangkan perekat yang tersisa dengan alkohol 70% dengan menggunakan pinset cirugi.
6. Angkat balutan kasa pelindung dan letakkan di piala ginjal, jaga jangan sampai menarik drain/selang, jaga kotoran pada luka agar tidak terlihat oleh klien.
7. Lepaskan sarung tangan, letakkan di piala ginjal.
8. Tuang larutan garam fisiologis, betadine ke dalam mangkok.
9. Memakai sarung tangan steril.
10. Inspeksi drainase dan integritas luka, hindari dengan yang terkontaminasi, palpasi kanan kiri luka dengan kasa steril.
11. Bersihkan luka dengan larutan garam fisiologis dari area yang kurang terkontaminasi ke area yang terkontaminasi.
12. Gunakan kasa kering steril untuk mengeringkan luka.
13. Olesi dengan betadin solution 10% dengan lidi kapas, gunakan teknik yang sama seperti pembersihan luka.
14. Memasang kasa steril (kasa kontaminasi, absorbsi, pelindung dengan menggunakan pinset anatomi).
15. Melepas sarung tangan, meletakkan di piala ginjal.
16. Memasang plester
17. Ambil perlak dan pengalas dari klien.
Fase Terminasi
1. Melakukan evaluasi kepada klien setelah dilakukan tindakan.
2. Merapikan klien, dan memberikan posisi yang nyaman.
3. Membereskan alat.
4. Berpamitan
5. Mencuci tangan
6. Evaluasi : menanyakan apa yang dirasakan klien setelah dilakukan perawatan luka.
7. Dokumentasikan tindakan yang dilakuakn, waktu pelakasanaan, keadaan luka yang ditemui saat perawatan luka, respon klien, catat hal-hal yang tidak normal serta laporkan dengan lengkap.
K. MENGGANTI BOTOL WSD
a. Siapkan set yang baru. Botol yang berisi aquades ditambah desinfektan.
b. Selang WSD diklem dulu.
c. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem.
d. Amati undulasi dalam selang WSD.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
· Takikardi, irama jantung tidak teratur (disaritmia)
· Suara jantung III, IV, galop/ gagal jantung sekunder
· Hipertensi/ hipotensi
2. Nyeri
Subyektif :
· Nyeri dada sebelah
· Serangan tiba-tiba
· Nyeri bertambah saat bernafas
Obyektif :
· Wajah meringis
· Perubahan tingkah laku
3. Respirasi
Subyektif :
· Riwayat setelah pembedahan dada, trauma
· Riwayat penyakit kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paru
· Kesulitan bernapas
· Batuk
Obyektif :
· Takipnea
· Peningkatan kerja napas, penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi interkostal
· Fremitus fokal
· Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetriz
· Kulit sianosis, pucat, krepitasi subkutan
4. Rasa aman
· Riwayat fraktur/trauma dada
· Kanker paru, riwayat radiasi/khemoterapi
5. Pengetahuan
· Riwayat keluarga yang mempunyai resiko tinggi Tb, CA
· Pengetahuan tentang penyakit, pengobatan, dan perawatan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman-nyeri berhubungan dengan pemasangan selang dada
Ditandai dengan :
a. Pasien mengatakan tidak nyaman
b. Postur tubuh kaku
c. Mengerang kesakitan
d. Menangis
e. Raut muka tegang
2. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kemungkinan terjadi tension pneumothoraks sekunder terhadap sumbatan pada selang dada.
Ditandai dengan :
a. Perdarahan yang banyak dari selang dada
b. Terlihat banyaknya bekuan darah pada drainase selang dada
c. Pernapasan dangkal dan cepat
d. Perubahan tanda-tanda vital
e. Warna kulit dan membran mukosa
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan selang dada.
4. Injuri, potensial terjadi trauma/hypoksia, berhubungan dengan :
a. Pemasangan alat WSD
b. Kurangnya pengetahuan tentang WSD
C. RENCANA TINDAKAN
1. Gangguan rasa nyaman-nyeri berhubungan dengan pemasangan selang dada (WSD)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan nyeri klien dapat berkurang / nyeri dapat hilang.
Kriteria hasil :
a. Otot wajah rileks
b. Nyeri berkurang
c. Sedikit menggunakan analgetik
d. Peningkatan volume inspirasi pada spirometer insentif
Intervensi | Rasional |
Ubah posisi dari berbaring terlentang menjadi posisi miring ke sisi yang tidak sakit secara bergantian setiap 2 jam. Hindari penempatan pasien sisi yang terkena. | Berbaring pada sisi yang terkena menimbulkan rasa sangat sakit dan hal tersebut mempengaruhi pengembangan paru |
Bantu pasien dalam melakukan AKS dan ambulasi sesuai dengan kebutuhannya. | Untuk menjaga agar tidak terjadi cedera |
Pantau : · Tekanan darah, nadi dan pernafasan setiap 4 jam. · Intensitas nyeri · Tingkat kesadaran | Untuk mengenal indikasi kemajuan atau penyimpanan dari hasil yang diharapkan. |
Berikan obat analgesik jika dibutuhkan dan evaluasi keefektifannya. Berikan obat analgesik sesuai dengan nyeri yang dirasakan pasien. · Nyeri ringan-analgesik oral non narkotik. · Nyeri sedang-analgesik oral narkotik atau obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) seperti Toradol. · Nyeri hebat-analgesik narkotik secara parenteral | Pasien yang paling dapat menilai intensitas nyeri, sebab nyeri adalah pengalaman yang subjektif. Analgesik yang kuat diperlukan untuk nyeri yang lebih hebat. |
Bantu pasien untuk mengambil posisi yang nyaman. | Tempatkan tubuh pada posisi yang nyaman untuk mengurangi penekanan dan mencegah otot-otot tegang membantu menurunkan rasa tidak nyaman. |
Berikan kompres es atau kompres panas (jika tidak ada kontraindikasi). Hindarkan kompres panas untuk luka dan insisi baru. | Dingin mencegah pembengkakan. Panas melemaskan otot-otot dan pembuluh darah berdilatasi untuk meningkatkan sirkulasi. |
Ajarkan pasien teknik bernapas berirama untuk nyeri yang ringan sampai sedang dalam hubungannya dengan nyeri yang lain meringankan intervensi : · Intruksikan pasien untuk memelihara kontak mata pada suatu objek sambil menarik napas perlahan melalui mulut dan mengeluarkan napas melalui bibir | Distraksi mengganggu stimulus nyeri dengan mengurangi rasa nyeri. Distrkasi tidak menguah instensitas nyeri. Paling baik digunakan untuk periode pendek pada nyeri ringan sampai sedang. |
2. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kemungkinan terjadi tension pneumothorax sekunder terhadap sumbatan pada selang dada.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan klien dapat menunjukkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
a. Bunyi napas bersih pada kedua paru
b. AGD kembali normal
c. Tidak sesak napas
d. Frekuensi napas 12-24 kali per menit
e. Trakea tetap pada garis tengah
f. Ekspansi dada simetris
Intervensi | Rasional |
Pantau : · Status pernapasan (Apendiks A), setiap 1 jam selama 8 jam pertama, kemudian 4 jam sekali apabila kondisinya stabil. · Adanya nyeri setiap 2-4 jam sekali. · Hasil foto rontgen dan hasil AGD | Untuk mengidentifikasi indikasi perkembangan kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil pasien |
Monitor sistem drainase selang dada setiap kalimengkaji pasien : · Amati sambungan selang, warna, dan jumlah dari cairan yang keuar dan tinggi cairan di botol. · Lihat fluktuasi cairan dalam selang drainase pada saat pasien inhalasi dan ekshalasi. · Yakinkan botol penampung cukup terjamin dari ancaman pecah. | Untuk memastikan masing-masing berfungsi dengan baik. |
Pastikan sambungan-sambungan selang terjamin aman dan diplester. Intervensi sesuai dengan datda spesifik. | Plester pada sambungan menolong mencegah terlepasnya sambungan. Untuk mengurangi resiko komplikasi, hal ini sangat penting untuk membedakan data-data, yang merupakan indikasi fungsi normal dan data yang menunjukkan indikasi fungsi tidak normal. |
Letakkan klem kedua selang atau plester karet hemostasis di samping tempat tidur. Hindari pengekleman selang kecuali : · Ada pesanan dokter untuk mengerjakan. · Botol penampung pecah. · Botol penampung akan diganti. Apabila pengekleman selang itu dianjurkan, lepaskan selang segera apabila pasien memperlihatkan tanda-tanda kegagalan pernapasan (dispnea, takipnea, takikardi, pernapasan dangkal). Kemudian laporkan data-data yang ditemukan tersebut kepada dokter. | Klem hemostat pada selang untuk mencegah hilangnya tekanan negatif intrapleural apabila terjadi gangguan dalam sistem tesebut. Jika selang dada di klem, ketika paru-paru tidak dapat berkembang dengan baik, dapat mengakibatkan terjadinya tension pneumothoraks yang dapat mengakibatkan gagal napas. |
Jaga kesterilan air dalam botol di samping tempat tidur pada setiap akan mengisi kembalu botol WSD dan pada saat menyediakan botol WSD apabila sistem pengumpul pecah. Tambahkan air pada botol penampung jika perlu pertahankan tingginya sesuai dengan yang diinginkan, biasanya 20 cm | Air bertindak sebagai penyegel yang memungkinkan untuk keluarnya udara dari rongga pleural dan mencegah udara masuk kembali. Saluran air ini penting untuk mengembalikan takanan negatif dalam rongga pleuralyang merupakan fasilitas untuk pengembangan paru-paru. |
Catat jumlah dan warna cairan dalam botol penampung setiap 8 jam sekali. Jangan kosongkan sistem penampung saat mengukur haluaran. Di samping itu bila perlu, beri tanda dengan tulisan tingginya haluaran pada botol WSD, pada setiap akhir pergantian dinas. | Sistem drainase dada merupakan unit tertutup dan hanya sekali pakai. Seringnya gangguan terhadap sistem WSD meningkatkan resiko timbulnya infeksi dan kambuhnya pneumothoraks. |
Konsul dokter apabila sejumlah besar cairan drainase berwarna kemerahan dan bercampur dengan darah yang terkumpul dalam waktu yang singkat. Periksa segera Hb dan haematokrit dan persiapkan untuk dilakukan autotransfusi atau pembedahan sesuai intruksi. | Perdarahan yang berlebihan merupakan tanda-tanda adanya hemotoraks. Kehilangan darah yang berlebihan menimbulkan syok hipovolemik. |
Pertahankan selang bebas dari lipatan. Hindari membuka dan memeras selang secara rutin pada selang dada. Gulungkan selang yang berlebih di sisi tempat tidur untuk menghindari adanya gulungan yang tergantung diantara pasien dan botol drainase. | Selang yang terlipat dan diperas, dapat menyebabkan terjadinya tension pneumothoraks atau menyebabkan jaringan paru mudah rusak karena pengisapan dari selang. Akumulasi cairan dalam gulungan selang yg tergantung akan menghalangi sehingga meningkatkan resiko terjadinya tension pneumothoraks. |
Pertahankan saluran drainase dan perlengkapannya agar selalu berada lebih rendah dari pasien. | Cairan dari WSD dapat terhisap kembali kedalam dada pada waktu pasien inspirasi apabila botol terletak/berada sejajar atau lebih tinggi dari dada pasien. |
Anjurkan menggunakan spirometer insentif setiap 2 jam sekali. Pertahankan keefektifan kontrol terhadap nyeri. | Untuk meningkatkan napas dalam sehingga mencegah atelektasis. Individu sering melakukan napas yang dangkal untuk mengurangi nyeri yang dirasakan. |
Bila pada sistem WSD dihubungkan dengan pengisap dinding dan pasien membutuhkan transfortasi untuk dilakukan pemeriksaan di luar ruang perawatan dalam rumah sakit, jangan lakukan pengekleman pada selang sambungan penghisapan. | Biarkan selang terbuka untuk mencegah timbunya tension pneumothoraks. |
Bantu dokter mengangkat selang, ketika toraks foto menunjukkan paru-paru telah berkembang dengan baik. · Periksa ketentuan-ketentuan dari prosedur pelaksanaan, dan bahan-bahan yang perlu disediakan. · Kaji status pernapasan pasien (Apendiks A) | Dibutuhkan 2 orang untuk mengangkat selang dada. Dokter mengangkat selang dan menahan pengerutan jahitan sedangkan perawat mengoleskan salf dan mengganti balutan. Pengkajian status pernapasan sebelum selang diangkat merupakan dasar untuk melakukan tindakan selanjutnya. |
Ganti sistem WSD bila botol penampung penuh atau jika ada bagian yang pecah. Ikuti langkah-langkah penggantian secara tepat dan pelihara teknik aspetik dengan benar, · Pasang unit WSD baru dan isi botol segera secara tepat dengan air steril. · Klem selang dada untuk menutup aliran ke dada. · Lepaskan sambungan selang yang lama dan cepat sambungkan selang yang baru. Angkat klem dan perintahkan pasien untuk bernapas secara normal. · Plester sambungan selang untuk memastikan sambungan kedap udara. | Sistem WSD yang penuh, menghalangi penegluaran cairan dan udara lebih lanjut dari rongga pleura. Teknik aseptik membantu mencegah masuknya bakteri ke dalam rongga pleura. |
Konsul dokter segera apabila timbul tanda-tanda kegagalan napas yang menetap atau keadaan pasien memburuk. | Hal ini dapat merupakan indikasi adanya sumbatan dalam selang dan membutuhkan pemeriksaan radiologi lebih lanjut. |
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan selang dada.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam tidak ada tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil :
a. Suhu 37oC
b. Kadar leukosit 5.000-10.000/mm3
c. Luka sembuh setelah selang dada diangkat
Intervensi | Rasional |
Pantau : · Hasil jumlah darah lengkap (JDL), terutama SDP. · Keadaan luka sewaktu mengganti balutan. · Suhu setiap 4 jam sekali. · Keadaan balutan pada setiap akhir pergantian shift. | Untuk mengidentifikasi indikasi adanya proses kemajuan atau penyimpangan dari hasil pasien. |
Berikan antibiotik sesuai anjuran dan evaluasi keefektifannya. Atur jadwal pengobatan yang telah ditentukan sehingga kadar obat dalam darah dipertahankan. Rujuk ke referensi farmakologi dan konsul pada ahli farmasi bila diperlukan untuk menghindari interaksi antara obat-obatan yang tidak diinginkan terutama bila diberikan beberapa obat-obatan secara bersamaan. | Antibiotik sering digunakan untuk pencegahan infeksi. Keefektifan terapi yang diberikan secara maksimal dapat dijamin baik bila kadar obat dalam darah konstan dan interaksi yang merugikan dari penggunaan obat-obatan dapat dicegah. Beberapa obatapabila diberikan secara bersamaan akan memungkinkan timbunya reaksi yang menghambat atau efeks samping lainnya. |
Ikuti kewaspadaan umum dan lakukan teknik seperti aseptik (cuci tangan, penggunaan sarung tangan dan gunakan pelindung mata bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang mungkin terjadi) bila mengganti balutan. Dapatkan spesimen dari cairan drainase atau perubahan sistem drainase. | Mencegah terjadinya infeksi nosokomial. |
Konsul dokter apabila hal-hal berikut di bawah ini terjadi : · Suhu 38,3oC atau lebih. · SDP diatas 10.000/mm3. · Kemerahan, peningkatan nyeri tekan, dan drainase dari luka. Ikuti petunjuk untuk mendapatkan spesimen pemeriksaan kultur dari unit drainase dada. | Hal ini merupakan gejala-gejala infeksi. Pemeriksaan kultur membantu mengidentifikasi organisme penyebab sehingga terapi antibiotika yang cocok dapat ditentukan. Sebagian besar dari unit-unit drainase mempunyai lubang untuk mengambil bahan pemeriksaan (sampling port). Teknik aseptik mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial. |
Perkuat balutan di dada jika akan lepas. Bila balutan menjadi basah karena cairan drainase, gantilah dengan balutan yang baru dengan teknik steril mintalah bantuan perawat yang lain | Balutan yang kuat dan kedap udara pada tempat pemasangan selang, harus selalu dipelihara untuk mencegah paru-paru kolaps dan mengurangi terjadinya emfisema subkutan (terdapatnya udara pada jaringan subkutan). |
4. Injuri, potensial terjadi trauma/hypoksia berhubungan dengan pemasangan alat WSD
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam trauma dapat teratasi / trauma dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
a. Mengenal tanda-tanda komplikasi
b. Pencegahan lingkungan/bahaya fisik lingkungan
Intervensi | Rasionalisasi |
Review dengan pasien akan tujuan/fungsi drainage, catat/perhatikan tujuan yang penting dalam penyelamatan jiwa. | Informasi tentang kerja WSD akan mengurangi kecemasan. |
Fiksasi kateter thoraks pada didnding dada dan sisakan panjang kateter agar pasien dapat bergerak atau tidak terganggu pergerakannya. | Mencegah lepasnya kateter dan mengurangi nyeri akibat terpasangnya kateter dada |
Usahakan WSD berfungsi dengan baik dan aman dengan meletakkannya ebih rendah dari bed pasien di lantai atau troli. | Mempertahankan posisi gaya gravitasi dan mengurangi resko kerusakan ataupun pecahnya unit WSD |
Monitor insersi kateter pada dinding dada, perhatikan keadaan kulit di sekitar kateter drainage. Ganti dressing dengan kassa steril setiap kali diperlukan. | Untuk mengetahui keadaan kulit seperti infeksi, erosi jaringan sedini mungkin. |
Anjurkan pasien untuk tidak menekan atau membebaskan selang dari tekanan, misalnya tertindih tubuh. | Mengurangi resiko obstruksi drain atau lepasnya sambungan selang. |
Observasi adanya tanda-tanda respirasi distress bila kateter thoraks tercabut. | Pneumothoraks dapat terjadi sehingga timbul gangguan fungsi pernafasan yang memerlukan tindakan emergency |
DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara. 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah vol. 1. Jakarta :EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah vol. 3. Jakarta : EGC
Irman, Somantri. 2008. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Kozier, Barbara. 2003. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Rab, Tabrani. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates
Surtiningrum, Anjas S,Kep, dkk. 2009. Standar Operasional Prosedur Tindakan Keperawatan Keterampilan Dasar dalam Keperawatan. Semarang : Telogorejo
Tamsuri, Anas. 2008. Klien dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta: EGC
Ward, Jeremy P.T dkk. 2006. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga
http://healthyroom.weebly.com diakses tanggal 18 Oktober 2011
http://scridb.com diakses tanggal 14 november 2011